FALAKATA – Harum rempah cengkeh dan pala tercium hingga ke negeri Eropa. Cengkeh dan pala masa itu seperti halnya emas yang harus diburu. Khasiat cengkeh mengundang selera para pelaut Eropa untuk menaklukan samudera.

Dalam buku Kepulauan Rempah-Rempah: Perjalanan Sejarah Maluku Utara 1250-1950 oleh M. Adnan Amal menyebutkan, di Eropa, cengkeh, selain untuk pengobatan dan penyedap masakan, cengkeh juga digunakan sebagai parfum.

“Bubuk cengkeh dipakai sebagai obat hirup yang biasanya merupakan asesori kalangan menengah ke atas. Tetapi, karena harganya sangat mahal, ia hanya dapat dinikmati oleh golongan berduit,” tulis M. Adnan Amal.

Manfaat cengkeh dan pala yang begitu menggiurkan membuat Eropa memutuskan untuk mencari asal rempah-rempah. Adalah orang-orang Portugis dan Spanyol yang menjadi dalang dari perjalanan sejarah tersebut.

Memang, Maluku (Utara) sejak abad ke-16 dan abad setelahnya terlibat secara langsung dengan orang-orang Eropa. Penemuan jalur Nusantara membuka mata orang Eropa untuk mencari aneka bumbu rempah. Sejak itu pula, perjalanan bangsa Eropa dimulai.

Awal Perjalanan Spanyol ke Tidore

5 armada Spanyol sudah siap berangkat mencari negeri rempah-rempah. Keberangkatan 5 kapal tersebut didanai sepenuhnya oleh Raja Charles V setelah dirinya menyetujui proposal perjalanan yang diajukan Ferdinand Magellan.

Dalam buku The First Voyage Around The World: An Account of Magellan’s Expedition catatan Antonio Pigafetta yang ditulis Theodore J. Cachey Jr menyebutkan, 5 armada tersebut masing-masing bernama Trinidad, San Antonio, Victoria, Concepcion, dan Santiago.

San Antonio dinahkodai Juan de Cartagena, Concepcion oleh Gaspar de Quesad, Victoria oleh Luis de Mendoza, Santiago oleh kapten Giovanni Serrano, adapun Trinidad dipimpin oleh Ferdinand Magellan sekaligus menjadi kapten dari 5 armada.

“Armada berangkat dari Sevilla, setelah berlabuh di Sanlucar de Barrameda selama lebih dari sebulan,” tulis Theodore.

Pelabuhan Sanlucar de Barrameda. Foto: Theodor de Bry/ Stock Photo

Perlahan namun pasti, pelayaran orang Spanyol yang dipimpin Ferdinand Magellan mulai menjauh meninggalkan Spanyol. 5 Armada mulai diterpa badai kencang yang membikin seluruh kru kapal nyaris tak bisa tidur akibat angin dan gelombang yang menghantam dinding kapal.

Dalam buku berjudul Over the Edge of the World: Magellan’s terrifying Circumnavigation of The Globe Karangan Laurence Bergreen menceritakan, setelah kapal berlayar cukup jauh ke selatan, cuaca berubah menjadi buruk, angin bertiup kencang selama 60 hari.

“Orang-orang tidak bisa tidur. Angin yang kencang membuat kapal-kapal terhempas ke dalam palung di antara ombak. Badai dahsyat selama 60 hari membuat kapal-kapal rusak, sebagian besar persediaan makanan yang berharga pun ikut terbuang,” tulis Laurence yang dikutip dari cacatan Pigafetta.

Karena persediaan makanan yang terbuang akibat badai, Magellan memutuskan untuk mengurangi jatah makan. Dimana, setiap orang hanya menerima empat liter air minum dalam sehari, begitu pula dengan makanan yang dikurangi menjadi satu setengah pon sehari.

Pada tanggal 31 Maret 1520, delapan bulan setelah pelayaran, Magellan berhenti di Teluk San Julian di Argentina selatan. Di situ, armada kembali mengumpulkan persediaan makanan baik daging maupun ikan segar. Namun, terjadi pemberontakan dimana banyak awak kapal tidak lagi percaya kepada Magellan.

Sejarawan Mark Cartwright dalam catatannya di World History dengan judul Ferdinand Magellan mengatakan, pada awal-awal bulan April 1520 terjadi pemberontakan, bahkan para pemberontak berhasil mengambil alih tiga kapal yakni San Antonio, Concepcion, dan Victoria.

“Para pemberontak mengirim kabar melalui perahu panjang ke Magellan bahwa mereka mengendalikan ketiga kapal tersebut dan bermaksud untuk berlayar kembali ke Spanyol,” tulis Mark.

Meski terjadi pemberontakan, Mark menyebut, Magellan berhasil merebut kembali 3 armada tersebut setelah terjadi perang, dan para pemberontak berhasil ditangkap. “San Antonio menyerah, dan Magellan kembali mengendalikan armadanya,” tulis Mark lagi.

Dalam catatan Theodore J. Cachey Jr di The First Voyage Around The World: An Account of Magellan’s Expedition menyebutkan, pemberontakan yang berhasil dibendung Magellan itu membuat 40 orang diadili hukuman mati.

Pada Minggu Paskah, tepatnya 31 Maret 1521, di Mazaua (saat ini diyakini sebagai Pulau Lisamawa di Leyte Selatan) sebagaimana dinyatakan dalam Primo Viaggio Intorno El Mondo menyebutkan, Magellan dengan khidmat menancapkan salib di puncak sebuah bukit yang menghadap ke laut dan menyatakan kepemilikan pulau-pulau yang dilihatnya untuk raja Spanyol, dan menamai Archipelago of Saint Lazarus.

Pada pertengahan April 1521, perjalanan Magellan mencapai puncaknya. Ketika armada mereka tiba di Cebu, Magellan disambut baik penduduk setempat, bahkan pemimpin mereka memeluk agama yang dibawa Magellan.

“7 April 1521, armada memasuki pelabuhan Cebu, setelah negosiasi, barang dagangan ditukar dengan bekal, dan hubungan baik terjalin. 14 April 1521, Sultan Humabon dibaptis dan berganti nama menjadi Don Carlos,” tulis Theodore.

Ilustrasi Terbunuhnya Ferdinand Magellan. Foto; Istimewa

Akan tetapi, hal baik tak berlangsung lama. Lapu-Lapu, raja pulau kecil Mactan, di seberang Cebu, menolak untuk tunduk pada Magellan. Magellan memimpin ekspedisi melawan Lapu-Lapu. Selama pertempuran Mactan ini, Magellan tumbang terluka panah beracun, ia meninggal pada tanggal 27 April 1521.

Spanyol Tiba di Tidore

Setelah terbunuhnya Magellan. Perjalanan dilanjutkan. Adapun armada yang melajutkan perjalanan mencari kepulauan rempah-rempah hanya Trinidad dan Victoria. Karena pemimpin Magellan terbunuh, Joao Carvalho saat itu terpilih menjadi kapten jenderal.

“Carvalho menghadapi tugas memimpin dua kapal armada yang tersisa ke selatan melewati nusantara sampai ke Maluku,” tulis Laurence Bergreen dalam Over the Edge of the World: Magellan’s terrifying Circumnavigation of The Globe.

Namun, pada September 1521 Carvalho diturunkan pangkatnya menjadi pilot bendera, dan Gomez de Espinosa terpilih sebagai kapten jenderal dan kapten Trinidad dan Juan Sebastian de Elcano terpilih sebagai kapten Victoria.

Saat armada tiba Borneo dan berlabuh selama 35 hari untuk memulihkan kondisi tubuh dan mengisi persidiaan makanan, armada kemudian kembali melanjutkan perjalanan. “Setelah tiga puluh lima hari di Borneo, armada siap melakukan perjalanan terakhir ke Maluku,” tulis Laurence.

Pada Rabu, 8 November 1521 armada Spanyol melihat empat pulau tinggi yang belakangan diketahui adalah Maluku. M. Adnan Amal dalam Kepulauan Rempah-Rempah: Perjalanan Sejarah Maluku Utara 1250-1950 menyebutkan, empat pulau itu adalah Ternate, Tidore, Moti dan Makian.

Gambar Pulau Ternate dan Tidore

“Seluruh awak kapal bersorak sorai setelah memasuki perairan Maluku, dan sebagai tanda kegirangan mereka menembakan meriam-meriam yang ada dalam kapal,” tulis M. Adnan Amal.

Keesokan harinya, Sultan Almansur datang ke kapal. “Kami segera pergi menemuinya
di perahu kecil, untuk menunjukkan penghormatan kepadanya. Raja memberi tahu kami bahwa kami diterima,” tulis Theodore dalam The First Voyage Around The World: An Account of Magellan’s Expedition.(*)

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Iklan