FALAKATA – Anggota Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Lolly Suhenty menegaskan bahwa dalam kacamata Bawaslu seluruh tahapan Pilkada itu rawan. Lolly melihat potensi terjadinya gesekan di tahapan Pilkada akan selalu ada.

“Misalnya dengan calon potensial yang akan maju, tetapi kami menyatakan bahwa konflik sangat dekat, konfliknya dengan lingkungan terdekat,” ujar Lolly seperti dikutip dari laman resmi Bawaslu, Kamis (13/6/2024).

“Masyarakat akan memilih pemimpin terbaiknya di daerah yang itu dekat dengan kehidupan mereka, sehingga ini juga menyatakan tidak hanya konflik elit, tetapi juga konflik di daerah itu,” tambahnya.

Lolly juga berpendapat definisi Undang-Undang Pemilu dan pemilihan itu masih terdapat perbedaan. Dia mencontohkan, jika kita bisa bicara soal dilarang menghina seseorang berdasarkan agama, suku, ras, untuk calon gubernur, bupati, dan walikota, di Undang-Undang Pemilu, tetapi yang berbeda adalah di Undang-undang pemilihan, pada poin tersebut menekankan melakukan kampanye berupa menghasut dan memfitnah.

BACA JUGA: Bawaslu Ternate Temukan Dugaan Surat Suara Tidak Sah di TPS 08 Kelurahan Tabona

“Ini yang perlu di garis bawahi, mengadu domba partai politik, perseorangan dan atau kelompok masyarakat,” cetus wanita kelahiran Cianjur ini.

BACA JUGA: KPU Tetapkan Jadwal Pilkada Serentak 27 November 2024

Dalam paparannya, Lolly menjelaskan ada pertanyaan kunci yang orang sering tanya, mengenai apa itu definisi kampanye dalam Undang-Undang kepala daerah.

“Kalau di Undang-Undang Pemilu definisi kampanye sudah lebih detail, unsurnya dijelaskan, citra dirinya termuat, tetapi definisi kampanye dalam undang-undang kepala daerah, justru tidak mendetailkan soal unsur, siapa saja yang akan bisa dikenai obyek kampanye seperti apa yang kemudian dilarang, dan berkenaan dengan citra diri itu tidak ada karena definisi sangat umum, kegiatan untuk meyakinkan pemilih dengan menawarkan visi misi dan program, calon gubernur, calon wakil gubernur,” jelasnya.

Dia mengatakan, Bawaslu mencoba mengidentifikasi pasal apa saja yang berpotensi menjadi pasal karet, pasal mana saja yang berpotensi tidak bisa di eksekusi, pasal mana saja yang akan berhadapan dengan sesama penyelenggara.

“Karena dimensi kerawanan, ada potensi sosial politiknya ada konteks penyelenggaraan, ada konteks kontestasinya dan ada konteks partisipasinya,” tutur Lolly mengakhiri.

Ikuti falakata.com di google news agar dapatkan berita terbaru, klik disini.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Iklan