FALAKATA- Ketua umum PC PMII Kepulauan Sula, Wahyu Umasugi meminta Aparat Penegak Hukum (APH) mengusut kembali kasus dugaan korupsi proyek fasilitas pendukung swering Desa Mangon, Kecamatan Sanana di masa pemerintahan Hendrata Thes.

Bagaimana tidak, pembangunan dengan miliyaran rupiah itu hingga kini tak bisa di dimanfaatkan oleh masyarakat Kepulauan Sula.

Sesuai informasi yang di peroleh media ini sejak tahun 2020 lalu, Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kepulauan Sula, pada tahun 2020 lalu telah mengalokasi anggaran Proyek Fasilitas Pendukung Swering Mangon Tahap II yang dikerjakan oleh CV. Sarana Mandiri dengan kontrak kerja nomor: 910.916/641/14.CK/DPUPRPKP-KS/IV/2020 tanggal 8 April 2020.

Dimana nilai Kontrak sebesar Rp. Rp2.646.039.287. Akan tetapi, ditanggal 11 Mei 2020 pihak penyedia mengajukan addendum perubahan volume dan disetujui oleh Pihak PUPR dengan nomor : 910.916/641/14.CK/DPUPRPKP-KS/V/2020/ADD.01. dalam addendum kontrak tersebut tidak merubah nilai kontrak kerja.

Dalam kontrak kerja tersebut,k harusnya diselesaikan pada 4 Desember 2020. Berdasarkan Berita Acara Penyerahan Pekerjaan atau Provisional Hand Over (PHO) Nomor 28/BAPHO/DPUPRPKP-KS/XI/2020 tanggal 5 November 2020. Penyerahan hasil pekerjaan 100 persen. Dari pekerjaan tersebut telah dilakukan pembayaran sebesar Rp2.646.039.287,00 atau 100 persen.

Sementara, berdasarkan hasil pemeriksaan Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK-RI) Perwakilan Maluku Utara, rupanya pekerjaan tersebut, baru diselesaikan pada tanggal 5 Januari 2020, hal tersebut tidak sesuai dengan berita acara serah terima (BAST). Artinya sudah tentu pekerjaan mengalami keterlambatan selama 32 hari.

Untuk itu, Ketua Umum PMII Kepulauan Sula, Wahyu Umasugi kembali mempertanyakan langkah dari Dinas PUPR yang telah melakukan serah terima pekerjaan dan melakukan pembayaran 100 persen, sementara fakta di
lapangan pekerjaan belum selesai dilakukan.

“Bagaimana bisa mereka buat berita acara serah terima pekerjaan dan cairkan anggaran 100 persen?. Padahal itu belum selesai pekerjaan, berarti mereka buat laporan palsu terkait dengan progress pekerjaan. Agar supaya bisa amankan dana. Ini sudah masuk perbuatan melawan hukum,”tegasnya.

Selain itu, BPK juga menemukan adanya kekurangan volume pekerjaan sebesar Rp100.595.041,68. Kemudian juga terdapat pencairan retensi atau jaminan pekerjaan senilai Rp132.301.964,00 dengan SP2D terakhir Nomor 6838/SP2D-LS/KS/2020. tanggal 20 Desember 2020.

” Jadi saya mendesak kepada Kejaksaan maupun Kepolisian yang berada di lingkup Polres Kepulauan Sula harus kembali mengusut kasus dugaan korupsi tersebut,” tandasnya. (**)

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Iklan